A.
PENGKAJIAN.
Pengkajian nyeri yang
faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan perawat di dalam
menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan
terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon
klien terhadap terapi yang di berikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut
adalah:
1.
Mengkaji perasaan klien
(respon psikologis yang muncul).
2.
Menetapkan respon
fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
3.
Mengkaji tingkat
keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama
episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam keadaan waspada
(perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi
kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi
klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka
pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi
perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992).
Donovan dan Girton
(1984) mengidentifikasikan komponen-komponen tersebut, diantaranya:
1.
Penentuan ada tidaknya
nyeri.
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri,
perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam
observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka.
a.
Karakteristik nyeri
(Metode P, Q, R, S, T).
1)
Faktor Pencetus (P: Provocate),
Perawat mengkaji tentang penyebab atau
stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan
observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.
2)
Kualitas (Q: Quality),
Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang
subjektif yang diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul,
berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk.
3)
Lokasi (R: Region),
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat
meminta klien untuk menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak
nyaman oleh klien.
4)
Keparahan (S: Severe),
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri
merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien
diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat.
Skala Numerik (Numerical
Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.
Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan
kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling
berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.
Skala Analog Visual (Visual
Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus, yangmewakili intensitas
nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.
Skala analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984).
Skala Deskriptif Verbal
(Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat
keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis yang
terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama
sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai
nyeri yang paling hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut pada klien dan
meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.
Untuk mengukur skala
intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang dinamakan “Oucher”, yang
terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri
untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada
sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-anak yang lebih kecil.
5)
Durasi (T: Time).
Perawat menanyakan pada pasien untuk
menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri
b. Faktor yang
memperberat/memperingan nyeri.
Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat
memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu,
stres, dan lain-lain.
1.
Respon Fisiologis.
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla
spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi
terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada cabang simpatis
pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri
berlangsung terus menerus, berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral
(misal: infark, miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu ginjal) maka
sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
Beberapa respon
fisiologis terhadap nyeri yaitu:
a)
Stimulasi Simpatik:
(nyeri ringan, moderat, dan superficial).
·
Dilatasi saluran
bronkhial dan peningkatan respirasi rate.
·
Peningkatan heart rate.
·
Vasokonstriksi perifer,
peningkatan BP.
·
Peningkatan nilai gula
darah.
·
Diaphoresis.
·
Peningkatan kekuatan
otot.
·
Dilatasi pupil.
·
Penurunan motilitas GI.
b)
Stimulus Parasimpatik
(nyeri berat dan dalam)
·
Muka pucat.
·
Otot mengeras.
·
Penurunan HR dan BP.
·
Nafas cepat dan
irregular.
·
Nausea dan vomitus.
·
Kelelahan dan
keletihan.
2.
Respon Perilaku.
Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa
ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang
sakit, menopang bagian nyeri yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan
ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang,
mengaduh, menjerit, meraung.
3. Respon Afektif.
Respon ini diperhatikan oleh seorang
perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa
nyeri.
4.
Pengaruh Nyeri Terhadap
Kehidupan Klien.
Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap
kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia
dapat membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang
dikaji: perubaha pola tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan
pola interaksi pada orang lain.
5. Persepsi Klien Tentang
Nyeri.
Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia
alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.
6. Mekanisme Adaptasi Klien
Terhadap Nyeri.
Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien
gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami.
B.
DIAGNOSIS.
Keberadaan nyeri pada klien dapat
mencetuskan masalah keperawatan lainnya. Penegakkan diagnosa keperawatan yang
akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan analisa pengkajian yang
dilakukan cermat dan akurat.
C.
INTERVENSI.
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk
klien nyeri diharapkan berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya
penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya
peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu
mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan
faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan
terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat dirumah.
D.
IMPLEMENTASI.
Tindakan yang dilakukan perawat untuk
mengurangi rasa nyeri ada dua:
1. Tindakan Farmakologis.
Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO
mengombinasikan penggunaan obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang
efektif untuk mengontrol nyeri klien.
2. Tindakan Non Invasif.
Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan
untuk mendukung terapi farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non
invasive antara lain:
a) Membangun hubungan
terapeutik rawat-klien.
b) Bimbingan antisipasi.
c) Relaksasi.
d) Imajinasi terbimbing.
e) Distraksi.
f)
Akupunkur.
g) Biofeedback.
h) Stimulasi kutaneus.
i)
Akupresur.
j)
Psikoterapi.
3. Tindakan
Invasif/Pembedahan.
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya
dalam upaya membebaskan nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun
terapi farmakologis. Tindakan ini dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan
non invasif tidak dapat membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan pengetahua
tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa
kasus pembedahan antara lain:
a) Cordotomy.
b) Neurectomy.
c) Sympatectomy.
d) Rhizotomy.
E.
EVALUASI.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan
masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri,
diantaranya: klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan
fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki, mampu menggunakan terapi yang
diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006.
Fundamental Keperawatan. Vol:2. Jakarta: EGC.
Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan
Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.