Wednesday, 16 January 2019

SOP IRIGASI KANDUNG KEMIH


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
IRIGASI KANDUNG KEMIH


Irigasi Kandung Kemih merupakan suatu sistem irigasi tertutup , yang mengalirkan cairan kedalam kandung kemih secara kontinu atau intermeten menggunakan  larutan irigasi steril pada pasien post operasi genitourinari. Prosedur ini Lazim dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan genitourinari, karena mereka beresiko membentuk bekuan darah yang dapat menghambat kateter urin.
Tujuan
1. Membersihkan bledder
2. Mempertahankan kepatenan urine
3. Mencegah distensi kandung kemih karena kateter tersumbat
4. menncegah terjadinya infeksi

Pengkajian
1. Kaji bledder
2. Kaji kesiapan Klien
3. Kaji kesiapan perawat
4. Kaji kebutuhan klien terhadap prosedur

Diagnosa
Resiko Infeksi b/d agen cedera fisik, akumulasi darah

Fase pre interaksi
1. Mencuci tangan
2. Mempersiapkan alat:
            - Larutan irigasi steril (Nacl)
            - Selang irigasi dengan klem
            - Spuit 50-60 ml
            - Folley Chateter
            - Kom Steril (tempat NaCl)
            - kapas antiseptic/alcohol
            - Baskom
            - Selimut mandi
            - Sarung tangan steril/ Handscoon Steril
            - Balon (sebagai vesika urinaria)

Fase Orientasi
1. Memberi salam dan menyapa nama klien
2. Memperkenalkan diri
3. Melakukan Kontrak
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
5. Menanyakan kesediaan klien untuk dilakukan tindakan

Fase Kerja
1. Menjaga Privasi Klien
2. Atur posisi klien agar nyaman dan tidak menghambat aliran selang
3. Memasang kateter dengan tehnik steril
4. Memastikan semua urine keluar semua bersamaan darah
5. Lepas urine bag dan masukkan spuit yang berisi NaCl 50-60 ml ke selang urine bag
6. Posisikan selang urine ke baskom dan liat output cairan yang keluar
7. Masukkan spuit yang berisi NaCl 50-60 ml ke selang urine bag (prosedur diulangi sampai benar sampai cairan bewarna jernih)
8. Kaji abdomen bawah terhadap tanda distensi kandung kemih
9. Buang alat yang terkontaminasi, lepas sarung tangan dan cuci tangan
10. Catat jumlah cairan yang digunakan sebagai irigasi, jumlah yang keluar dan konsistensi drainase/cairan

Terminasi
1. Mengevaluasi respon klien
2. Memberi reinforcement positif
3. Membuat kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik bersma klien

Evaluasi
1.Evaluasi perasaan klien
2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Evaluasi respon klien
4. Evaluasi diri perawat

Dokumentasi
1. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, catat pula data hasil pengkajian dan respons klien
           



Tuesday, 15 January 2019

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR FISIOTERAPI DADA PADA ANAK

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
FISIOTERAPI DADA PADA ANAK
A. PENGERTIAN

            Fisioterapi Dada adalah tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi. Fisioterapi dada ini meliputi
rangkaian : Postural drainase, perkusi dan vibrasi.
· Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya berat dan secret itu sendiri. Penumpukan secret dapat terjadi pada berbagai lokasi maka, postural drainase dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan posisi yang terdapat kelainannya.
· Perkusi dada merupakan energy mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru dengan tujuan melepaskan atau melonggarkan secret yang tertahan. Daerah klavikulas, vertebra, scapula dan daerah iga bawah harus dihindari.
· Vibrasi dilakukan bersamaan dengan perkusi, yaitu dengan melakukan kompresi dada menggerakan secret ke jalan nafas yang besar yang dilakukan pada saat klien mengeluarkan nafas atau puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi.

B. TUJUAN
1.Membantu membersihkan sekret
2.Mencegah penumpukan sekret
3.Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan
4.Memperbaiki pergerakan dan aliran sekret
5.Pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun
6.Klien dapat bernafas bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup

C.INDIKASI
1.Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
a.Pasien yang memakai ventilator

b.Pasien yang melakukan tirah baring yang lama

c.Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik
atau bronkoektasis

d.Pasien dengan batuk yang tidak efektif

2.Mobilisasi sekret yang tertahan :
a.Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret

b.Pasien dengan abses paru

c.Pasien dengan pneumonia

d.Pasien dengan post operatif

e.Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan
atau batuk

D. KONTRAINDIKASI
1. Tension pneumothorax

2. Hemoptisis

3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipertensi, hipotensi, infark
miokard akut, dan aritmia

4. Edema paru

5. Efusi pleura yang luas

6. Trauma thorax

E. WAKTU
Dilakukan 2 kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 menit. Tiap satu posisi 3 – 10 menit. Dilakukan sebelum makan atau 1 – 2 jam sesudah makan.

F. PERSIAPAN ALAT
1. Bantal 2 atau 3 buah

2. Tissue

3. Bengkok

4. Segelas Air Hangat

5. Handuk

6. Stetoskop

7. Sketsel

8. Handscoon

9. Masker

G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Identifikasi pasien

2. Salam Terapeutik

3. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan

4. Dekatkan alat

5. Jaga privasi klien bila diperlukan

6. Mencuci tangan

7. Gunakan Handscoon

8. Membantu membuka pakaian klien sesuai kebutuhan

9. Ajarkan pasien teknik nafas dalam Anjurkan pasien untuk nafas dalam melalui hidung secara perlahan sampai dada mengembang dan terlihat kontraksi di otot antar tulang iga serta anjurkan pasien untuk menghembuskan nafas melalui mulut (bentuk bibir seperti akan bersiul).

POSTURAL DRAINASE
10.Pilih area yang terdapat sekret dengan stetoskop disemua bagian paru.

11. Dengarkan suara nafas (rales atau ronchi) untuk menentukan lokasi penumpukan secret dengan menganjurkan klien untuk tarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan-lahan

12. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainase area yang tersumbat. Letakkan bantal sebagai penyangga.

13. Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10 – 15 menit Selama dalam posisi ini, lakukan perkusi dan vibrasi dada diatas area yang di drainase

PERKUSI
14.Tutup area yang akan di perkusi dengan menggunakan handuk

15. Anjurkan klien untuk tarik nafas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi

16. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk

17. Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara cepat menepuk dada

18. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 – 2 menit, jangan pada area
yang mudah cedera

VIBRASI
19.Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang di drainase, satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi

20. Anjurkan klien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat lewat mulut
(pursed lip breathing)

21. Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, dan gunakan hampir semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan ke arah bawah. Hentikan getaran saat klien inspirasi

22. Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang terserang

23. Setelah drainase pada posisi pertama, minta klien duduk dan batuk efektif. Anjurkan pasien untuk menarik nafas panjang/teknik nafas dalam melalui hidung dan hembuskan melalui mulut. Lakukan sebanyak 3 kali. Anjurkan pasien untuk menahan nafas dalam pada teknik nafas dalam terakhir lalu batukkan.

24. Tampung sekresi dalam sputum pot. Jika klien tidak dapat mengeluarkan
sekretnya maka lakukan suction

25. Membersihkan mulut klien dengan tissue

26. Istirahatkan klien, minta klien minum sedikit air hangat

27. Ulangi pengkajian pada dada klien di semua lapang paru. Jika masih terdapat sekret, maka ulangi lagi prosedur.

28. Rapikan alat dan pasien

29.Cuci tangan

30.Pendokumentasian

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT HEPATITIS

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT HEPATITIS

I.  KONSEP MEDIS
           
     A. Defenisi 
            Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
            Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler yang khas. Hepatitis virus yang sudah teridentifikasi secara pasti adalah hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan E mempunyai cara penularan yang serupa (jalur vekal-oral) sedangkan hepatitis B, C dan D mempunyai banyak karakteristik yang sama (Smeltzer Suzanne C 2002).
            Hepatitis adalah keadaan radang atau cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau alkohol (FKAUI, 2006).
            Hepatitis adalah infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Wening Sari, 2008).

  B.  Etiologi

Beberapa virus yang menyebabkan hepatitis adalah :

a. Hepatitis A Virus (HAV)
Merupakan virus RNA kecil yang dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase preikterik. HAV sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. HAV terutama ditularkan melalui oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi. Penularan ditunjang oleh adanya sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak intim (tinggal serumah atau seksual). Masa inkubasi rata-rata adalah 28 hari. Masa infektif tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus.

b. Hepatitis B Virus (HBV)
HBV termasuk virus DNA bercangkang ganda yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Infeksi HBV merupakan penyebab utama dari hepatitis akut dan kronik, sirosis dan kanker hati di seluruh dunia. Cara utama penularan HBV melalui parenteral dan menembus membran mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 120 hari. Hampir semua cairan tubuh –darah, semen, saliva, air mata, asites, susu ibu, kemih dan juga feses– dari orang yang terinfeksi dapat menular, terutama 3 dari yang pertama.

c. Hepatitis C Virus (HCV)
HCV merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak. HCV diduga terutama ditularkan melalui jalan parenteral, kemungkinan melalui kontak seksual. Virus dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi lebih sering orang dewasa. Masa inkubasi berkisar 15–160 hari, rata–rata 50 hari.

d. Hepatitis D Virus (HDV)
HDV (delta) merupakan virus RNA. Penularannya terutama melalui serum. Masa inkubasinya sekitar 2 bulan.

e.  Hepatitis E Virus (HEV)
HEV adalah suatu virus RNA kecil. Infeksi HEV ditularkan melalui jalan fekal-oral, dan telah dikaitkan lewat air di negara sedang berkembang. Paling sering menyerang orang dewasa muda sampai setengah umur, dan pada wanita hamil didapatkan angka mortalitas yang sangat tinggi (20 %). Masa inkubasinya sekitar 6 minggu. (Price S.A., 1995 : 440–442).

C. Tanda dan Gejala
a.      Hepatitis A
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu.
b.      Hepatitis B
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, demam ringan, mual muntah, kurang nafsu makan, mata dan kulit kuning, dan air kencing berwarna gelap.
c.      Hepatitis C
Gejala yang dirasakan pada hepatitis C antara lain demam, rasa lelah, muntah, sakit kepala, sakit pada bagian atas sebelah kanan perut atau hilangnya nafsu makan. (Silalahi L., 2004/03/26/).

D.     Patofisiologi
Hati adalah salah satu organ tubuh yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi; memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol; menyaring produk-produk yang tidak berguna lagi dari darah; dan bertindak sebagai semacam pengaruh seluruh bagian tubuh yang menjamin terjadinya keseimbangan zat-zat kimia dalam sistem itu. Kalau hati tidak sanggup berfungsi, tubuh akan rentan terhadap infeksi sekunder dan organ pada umumnya akan gagal berfungsi. (Silalahi L., http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/ 2004/03/26/).
Hepatitis, penyakit hati yang biasanya sembuh sendiri dan tanpa komplikasi, disebabkan oleh agen virus. Virus hepatitis dapat digolongkan menjadi lima jenis; hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis E (HEV). Hepatosit (sel epitelail hati) dirusak secara langsung oleh virus atau oleh respons imun tubuh terhadap virus; pada penyakit ini terjadi perubahan fungsi seluler yang menimbulkan inflamasi, nekrosis, dan autolisis hati. Regenerasi sel terjadi jika sel-sel yang rusak dibuang oleh fagositosis sel. Biasanya penyembuhan terjadi dengan sedikit sekali meninggalkan kerusakan, meskipun dapat juga berkembang menjadi hepatitis kronik dan sirosis. (Betz C.L., 2002 : 185).
Hepatitis A ditularkan terutama oleh makanan dan minuman yang terkontaminasi. Penyakit Hepatitis B menyebar melalui kontak dengan darah, air mani dan cairan vagina yang terinfeksi. Hubungan seks dengan orang yang terinfeksi atau penggunaan bersama jarum obat dapat menyebarkan penyakit ini. Hepatitis C ditularkan melalui kontak seksual, penggunaan obat-obatan dengan jarum, bahkan pemakaian bersama pisau cukur atau sikat gigi dengan orang yang telah terinfeksi. (Silalahi L., http://www.tempointeraktif.com/ hg/narasi/2004/03/26/).
Beberapa etiologi yang mengakibatkan terjadinya Hepatitis diantaranya; komplikasi infeksi, obstruksi traktusbilliaris, penyebaran dari visera saluran pencernaan, septikemia, trauma pada hati dan abses amoeba. Yang menyebabkan kelainan yaitu abses hati, sehingga dari gejalanya dapat terjadi gangguan citra tubuh dan harga diri rendah. Sedangkan luka tusuk tembus, luka tumpul, kecelakaan mengakibatkan kelainan trauma pada hati, sehingga dilihat dari gejalanya menjadikan perubahan perlindungan. Sedangkan adanya faktor resiko primer hepatitis, sirosis, hepatotoksis, trauma metastase dari tempat lain umumnya dari visera abdomen, payudara, ginjal, ovarium, testis, kulit yang menyebabkan kelainan karsinoma hati dan bisa beresiko tinggi terhadap infeksi, dan yang mana gejalanya memunculkan masalah kurang pengetahuan, intoleransi aktifitas (lemah badan), resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit.
Dari ketiga kelainan tersebut, menyebabkan peradangan hati, sehingga menimbulkan beberapa gangguan yaitu necrosis hati yang mengakibatkan menurunnya metabolisme (karbohidrat, lemak, protein, besi). Akibat menurunnya metabolisme tersebut, terjadi penurunan fungsi hati. Peradangan hati juga menimbulkan nyeri sehingga muncul anoreksia. Akibatnya anoreksia menyebabkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh maka terjadi penurunan BB, timbul kelemahan pada pasien, yang disebabkan oleh yang lain yaitu hipoglikemia dan menurunnya metabolisme tubuh (karbohidrat, lemak, protein, besi) yang nantinya mengakibatkan kelelahan. Anoreksia juga timbul karena nausea dan vomitus yang merupakan gejala dari gangguan gastrointestinal akibat peradangan hati. Peradangan hati juga memunculkan gejala gastrointestinal yaitu disfungsi intestinal, penyebab kelemahan yang lain yaitu hipoglikemia. Dan yang lebih parah lagi, peradangan hati bisa sampai ke gagal hati total.


E.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hepatitis terdiri dari diit, istirahat, dan pengobatan medikamentosa.
a.      Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 g/kg BB). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandung empedu. Dapat diberikan diit hati II-III.
b.      Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kekecualian diberikan kepada mereka dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk.
c.      Medikamentosa
1)     Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang berkepanjangan, dimana transaminase serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan prednison 3 X 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off.
2)     Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
3)     Antibiotik tidak jelas kegunaannya.
4)     Jangan diberikan antiemetik. Jika perlu sekali diberikan golongan fenotiazin.
5)     Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. (Mansjoer A., 1999 : 514-515).

F.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
     1.      Laboratorium
a.       Pemeriksaan pigmen
    -      urobilirubin direk
    -      bilirubun serum total
    -      bilirubin urine
    -      urobilinogen urine
    -      urobilinogen feses
b.      Pemeriksaan protein
    -      protein totel serum
    -      albumin serum
    -      globulin serum
    -      HbsAG
c.       Waktu protombin
      -   respon waktu protombin terhadap vitamin K
d.      Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
    -      AST atau SGOT
    -      ALT atau SGPT
    -      LDH
    -      Amonia serum
    2.      Radiologi
-      foto rontgen abdomen
-      pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
-      kolestogram dan kalangiogram
-      arteriografi pembuluh darah seliaka
    3.      Pemeriksaan tambahan
-      laparoskopi
-      biopsi hati
 

G.    Komplikasi
         Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik. 
 
II. KONSEP KEPERAWATAN

    A.    Pengkajian
          Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
          1.      Aktivitas
·         Kelemaha 
·         Kelelahan
·         Malaise

          2.      Sirkulasi
·         Bradikardi ( hiperbilirubin berat ) 
·          Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
          3.      Eliminasi
·           Urine gelap
·          Diare feses warna tanah liat
          4.      Makanan dan Cairan
·           Anoreksia
·           Berat badan menurun
·           Mual dan muntah
·           Peningkatan oedema
·           Asites
          5.      Neurosensori
·           Peka terhadap rangsang
·           Cenderung tidur
·           Letargi
·         Asteriksis
          6.      Nyeri / Kenyamanan
·           Kram abdomen
·           Nyeri tekan pada kuadran kanan
·           Mialgia
·           Atralgia
·           Sakit kepala
·           Gatal ( pruritus )

          7.      Keamanan
·           Demam
·           Urtikaria
·           Lesi makulopopuler
·           Eritema
·           Splenomegali
·           Pembesaran nodus servikal posterior
          8.      Seksualitas
                      ·           Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan


B.    DIAGNOSA  KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2.         Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3.         Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar
4.         Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5.         Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6.         Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus.



C.    INTERVENSI
1.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

a.       Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b.   Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering
      R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
c.       Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
      R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
d.      Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
        R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e.       Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
      R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
2.   Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)
a.       Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri
       R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b.        Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
-          Akui adanya nyeri
-          Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
     R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
c.        Berikan informasi akurat dan
-          Jelaskan penyebab nyeri
-          Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
     R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
d.       Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
     R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.

3.        Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
a.       Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b.     Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
      R/  dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
c.       Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
      R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d.      Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
      R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.

4.         Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
a.       Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
      R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang
b.      Sarankan klien untuk tirah baring
      R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.
c.      Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan minat-minat
      R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting
d.      Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
       R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan keletihan
e.       Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

5.        Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
a.       Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
-          Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin)
-          Keringkan kulit, jaringan digosok
     R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf
b.     Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
      R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi
c.      Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk
      R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
d.      Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
      R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan
6.       Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.
Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
Intervensi :
a.       Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen
b.     Auskultasi bunyi nafas tambahan
      R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c.     Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret
d.     Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
      R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e.       Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia              
7.         Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a.        Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua cairan tubuh
-       Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
-       Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
-       Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
     R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
b.      Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
     R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit
c.        Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.
     R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi
d.       Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat
       R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan.



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.
Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, jakarta, Salemba Medika.
Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, jakarta.
Corwm, Elizabeth J,2001, Buku Saku Patofisiologi; alih bahasa Brahm U. Pendit...(et. Al.) ; Editor Endah P, Jakarta : EGC
Johnson Marion, dkk, 2000, Nursing Out Come Classification (NOC), Mosby.
Mansjoer A., dkk, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne Mc., Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby.
Price, Sylvia Anderson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proes-proses Penyakit.; alih bahasa, Brahm U. Pendit…(et. Al.) edisi 6, Jakarta : EGC
Priharjo Robert, 2006, Pengkajian Fisik Keperawatan, Jakarta, EGC.
Ralph Sheila Sparh S., dkk, Nursing Diagnosis : Definition & Classification 2005-2006, NANDA International.
Suddarth & Brunner, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Jakarta, EGC.