1. DEFINISI
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML)
adalah salah satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari
sel mieloid (ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang
berlebihan). AML meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia
monoblastik akut, leukemia mielositik akut, leukemia monomieloblastik, dan
leukemia granulositik akut
2. PENYEBAB
Seperti halnya leukemia jenis ALL (Acute
Lymphoid Leukemia), etiologi AML sampai saat ini masih belum diketahui
secara pasti, diduga karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut
berperan adalah :
1) Faktor endogen
Faktor
konstitusi seperti kelainan kromosom (resiko terkena AML meningkat pada pasien
yang terkena Down Sindrom), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia
pada kakak beradik atau kembar satu telur).
2) Faktor eksogen
Seperti
sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (Benzol, Arsen, preparat
Sulfat), infeksi (virus, bakteri).
3. TANDA DAN GEJALA
1) Hipertrofi ginggiva
2) Kloroma spinal (lesi massa)
3) Lesi nekrotik atau ulserosa
perirekal
4) Hepatomegali dan splenomegali (pada
kurang lebih 50% pasien)
Manifestasi klinik seperti AML , yaitu
1) Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi : demam,
letih, pucat, anoreksia, petekia dan perdarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri
abdomen yang tidak jelas, berat badan menurun, pembesaran dan fibrosis
organ-organ sistem retikuloendotelial (hati , limpa, dan limfonodus)
2) Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi
meninges : nyeri dan kaku kuduk, sakit kepala, iritabilitas, letargi, muntah,
edema papil, koma.
3) Gejala-gejala sistem saraf pusat yang
berhubungan dengan bagian sistem yang terkena; kelemahan ekstremitas bawah,
kesulitan berkemih, kesulitan belajar, khususnya matematika dan hafalan (efek
samping lanjut dari terapi).
4 PATOFISIOLOGI
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel
yang sangat cepat. Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel
stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi
sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke tingkat sel yang
membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena
kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk
hanya dalam sumsum tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam
berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel
darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan
dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi
kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan
terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus
AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini
neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke
seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra
medula.
Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia
dapat diterangkan sebagai berikut. Bila virus dianggap sebagai penyebabnya
(virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu), maka virus tersebut
dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme
proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen
manusia tersebut, maka virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu
tidak sama dengan struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya.
Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat tubuh,
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A
(Human Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik,
sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka
produksi elemen darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk
proses metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel
leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang
dan cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam
organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati,
masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.
4. KOMPLIKASI
1) Gagal sumsum tulang
2) Infeksi
3) Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)
4) Splenomegali
5) Hepatomegali
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah
lengkap (CBC). Pasien dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat
didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah leukosit lebih dari
50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada pasien
sembarang umur.
2) Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.
3) Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan
mediastinum
4) Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast
memperkuat diagnosis.
5) Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji
keterlibatan tulang.
6) Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat
leukemik
7) Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.
6. PENATALAKSANAAN
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia
dan jenis obat yang diberikan pada pasien. Proses remisi induksi pada pasien
terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi
(kira-kira 3 sampai 6 minggu) pasien menerima berbagai agens kemoterapi untuk
menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2-3 minggu selama fase
konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem syaraf pusat dan organ vital
lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk
memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia pasien-pasien
adalah prednison, vinkristin, asparaginase, metrotreksat, merkaptopurin,
sitarabin, alopurinol, siklofosfamid, dan daunorubisin.
KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN (FOKUS)
1. Kaji adanya
manifestasi klinik AML (kelelahan, nyeri, pucat, anoreksi, perdarahan,
penurunan berat badan, letargi, hipertropi ginggiva, ulserosa perirektal, dll)
2. Kaji reaksi pasien terhadap kemoterapi : diare,
anoreksia, mual, muntah, retensi cairan, hiperuremia, demam, stomatitis, ulkus
mulut, alopesia, nyeri, dll
3. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi : peningkatan
leukosit, demam, peningkatan LED
4. Kaji adanya tanda dan gejala hemoragi
5. Kaji adanya tanda dan gejala komplikasi : somnolens
radiasi, gejala SSP, lisis sel.
6. Kaji koping pasien dan keluarga.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan b.d
produksi SDM terganggu
2. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan
akibat anemia
3. Gangguan kenyamanan (Nyeri) b.d
proliferasi pada tulang
4. Resiko syok hipovolemik b.d
hemtopoeisis terganggu dan perdarahan
5. Resiko injuri b.d gangguan
neurologis
6. Resiko infeksi b.d penurunan
imunitas tubuh
7. Resiko tinggi perubahan nutrisi b.d
infiltrasi pada hati
C. INTERVENSI KEPERAWATAN AML
1. Gangguan perfusi jaringan b.d produksi SDM terganggu
Tujuan :
Perfusi jaringan kembali adekuat
Kriteria :
Masukan dan haluaran seimbang
Haluaran urin 30 ml/jam
Kapileri refill < 2 detik
Tanda vital stabil
Nadi perifer kuat terpalpasi
Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
a. Awasi tanda vital
b. Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian
kapiler
c. Catat perubahan tingkat kesadaran
d. Pertahankan masukan cairan adekuat
e. Evaluasi terjadinya edema
f. Kolaborasi :
q Awasi pemeriksaan laboratorium ;
GDA, AST/ALT, CPK, BUN
q Elektrolit serum, berikan pengganti
sesuai indikasi
q Berikan cairan hipoosmolar
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
akibat anemia
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria : - Peningkatan toleransi
aktivitas
- Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
- TTV normal
Intervensi :
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan
untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
b. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa
gangguan
c. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas
yang diinginkan atau dibutuhkan
d. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan
ambulasi
e. Berikan O2 sesuai indikasi
f. Ajarkan teknik penghematan energy, missal : lebih baik
duduk daripada berdiri, mandi menggunakan kursi
3. Gangguan kenyamanan (Nyeri) b.d proliferasi pada
tulang
Tujuan Pasien
tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
Diterima
Kriteria :
Nyeri hilang
Skala nyeri 0 dari (0-5)
Klien tampak tenang
Intervensi :
a. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
b. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal
pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
c. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat
kesadaran dan sedasi
d. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang
tepat
e. Kolaborasi :
q Awasi kadar asam urat
q Berika obat sesuai indikasi : Analgesik (asetaminofen), Narkotik (kodein, Meperidin, Morfin, Hidromorfon), Agen
antiansietas (diazepam, lorazepam)
4. Resiko syok hipovolemik b.d hemtopoeisis terganggu dan
perdarahan
Tujuan :
Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi
Kriteria :
Volume cairan adekuat
Mukosa lembab
Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
Nadi teraba
Haluaran urin 30 ml/jam
Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a. Awasi
masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna cairan. Perhatikan
penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
b. Timbang
berat badan tiap hari
c. Awasi TD dan
frekuensi jantung
d. Evaluasi
turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e. Beri masukan
cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi
kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi,
darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi
tusukan invsif.
g. Implementasikan
tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
h. Batasi
perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet
halus.
j. Kolaborasi :
q Berikan
cairan IV sesuai indikasi
q Awasi
pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
q Berikan SDM,
trombosit, faktor pembekuan.
q Pertahankan
alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld,
port implan)
q Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau
asetat, natrium biukarbonat, pelunak feses.
5. Resiko injuri b.d gangguan neurologis
Tujuan : Pasien tidak mengalami cidera,
neurosensormotor dalam batas normal
Kriteria : -
Tidak ditemukan luka
- Tidak
tampak adanya bekas benturan
Intervensi :
a. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan
khususnya pada daerah ekimosis
b. Cegah ulserasi oral dan rectal
c. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
d. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
e. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah
menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
f. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
g. Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk
mengontrol perdarahan hidung
6. Resiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh
Tujuan : Pasien bebas dari infeksi
Kriteria :
Normotermia
Hasil kultur negative
Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a. Tempatkan
pada ruangan yang khusus.
b. Batasi
pengunjung sesuai indikasi.
c. Cuci tangan
untuk semua petugas dan pengunjung.
d. Awasi suhu,
perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi.
Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental
samar.
e. Cegah
menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
f. Dorong
sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
g. Auskultsi
bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap perubahan
karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk
dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
h. Inspeksi
kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit dengan
larutan antibakterial.
i. Inspeksi
membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
j. Tingkatkan
kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau Hibiclens
bila diindiksikan.
k. Berikan
periode istirahat tanpa gangguan
l. Dorong peningkatan
masukan makanan tinggi protein dan cairan.
m. Hindari prosedur invasif
(tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
n. Kolaborasi :
q Awasi
pemeriksaan laboratorium misal :q hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi
perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
q Kaji ulang
seri fotoq dada.
q Berikan obat
sesuai indikasi contoh antibiotik.
q Hindari
antipiretik yang mengandung aspirin.
q Berikan diet rendah bakteri misal makanan dimasak, diproses
7. Resiko tinggi perubahan nutrisi b.d infiltrasi pada
hati
Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang
adekuat
Kriteria :
Hasil pengukuran antropometri normal
Pasien menghabiskan porsi makannya
Intervensi :
a. Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat
ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat
b. Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi,
seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
c. Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan
pemilihan makanan
d. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi
sering
e. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya
nutrient
f. Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
- EVALUASI
Hasil yang
diharapkan setelah dilakukan tindakan perawatan kepada pasien adalah sebagai
berikut :
1. Perfusi jaringan kembali adekuat
2. Terjadi peningkatan toleransi
aktifitas
3. Pasien tidak mengalami nyeri atau
nyeri menurun sampai tingkat yang
4. Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi
5. Pasien tidak mengalami cidera,
neurosensormotor dalam batas normal
6. Pasien bebas dari infeksi
7. Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Whaley’s and Wong. Essential of Pediatric
Nursing. Sixth Edition. USA : Mosby. 2000.
Betz, CL & Sowden, LA. Buku Saku
Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2002.
Whaley’s and Wong. Clinical Manual of
Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby. 2001.
Joyce Engel. Pengkajian Pediatrik.
Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC. 2002.
Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC. 1995.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.